Tuesday, January 30, 2007

Press Release

TNI AU BENTROK DENGAN PETANI DI RUMPIN,
BOGOR



RUMPIN,
BOGOR.
Pada hari ini, tanggal 22 Januari 2007, ratusan warga dari Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor terlibat bentrokan dengan pasukan dari TNI Angkatan Udara. Bentrokan tersebut dipicu oleh tindakan aparat pasukan TNI AU yang memprovokasi warga dengan merusak tanaman sawah dan membakar saung-saung milik warga.

Bentrokan ini mengakibatkan seorang warga, bernama Acep (laki-laki, 50 tahun) terluka karena tembakan. Selain Acep, Usup (laki-laki) dan Acih (perempuan) terluka parah dan tiga orang lagi, yakni Hj. Neneng (perempuan, 45 tahun), Rosita (perempuan, 15 tahun), dan Hahat (laki-laki, 40 tahun) pingsan karena terkena pukulan aparat pasukan TNI AU.

Kejadian ini bermula ketika empat peleton pasukan dari TNI AU datang ke lokasi sengketa tanah yang melibatkan warga—yang umumnya petani—dari Desa Sukamulya, Rumpin Bogor dengan pihak TNI Angkatan
Udara RI
. Sengketa ini dipicu oleh tindakan TNI AU yang merampas tanah seluas 1000 ha milik warga. Pada saat melakukan perampasan tanah, pihak TNI AU sama sekali tidak mengindahkan klaim warga atas tanah yang kini disengketakan. Padahal bukti kepemilikan warga berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bogor No. 591/194/PTS/ 2005 telah cukup kuat.

Cece Rahman dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) yang saat ini berada di lokasi bersama warga menyatakan bahwa bentrokan antara TNI AU dengan warga berlangsung sepanjang hari. Pihak TNI AU melakukan pengejaran dan pemukulan terhadap warga, tanpa mempedulikan siapa yang menjadi sasaran pemukulan. Sebagian warga terpaksa bersembunyi di daerah-daerah yang jauh dari perkampungan, sebagian lagi tercekam dalam trauma dan ketakutan.

Cece juga menambahkan, pada saat kejadian, pihak kepolisian dari Kepolisian Resort Bogor yang berada di lokasi, tidak berbuat apa-apa dan cenderung membiarkan tindakan brutal aparat TNI AU terhadap warga.

Sebelumnya, akhir Desember 2006 lalu, warga yang menghimpun diri dalam Persatuan Warga Tani Sukamulya Rumpin Bogor sudah pernah menuntut penyelesaian kasus dengan melakukan aksi ke Istana Negara dan Departemen Pertahanan RI di Jakarta. Namun aksi ini tidak digubris oleh pemerintah.

Alih-alih, pihak TNI AU justru memperkeruh situasi dengan melakukan provokasi dan mengintensifkan teror terhadap warga. Tidak adanya itikad baik dari pihak TNI AU ini jelas semakin mempertontonkan watak rejim penguasa hari ini yang anti-rakyat, anti-petani, dan anti-demokrasi. Tindakan ini tentu saja mencoreng niat pemerintahan SBY-Kalla yang menurut kabar hendak melaksanakan reforma agraria yang didalamnya terdapat penyelesaian berbagai kasus sengketa agraria yang selama ini terjadi di tanah air.

Di samping menuntut pengembalian tanah yang dirampas TNI AU sebagai tindakan pokok penyelesaian kasus sengketa tanah antara TNI AU dengan warga desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, warga secara khusus menuntut agar pihak TNI AU segera keluar dari areal sengketa. Selain itu, warga menuntut pimpinan TNI, khususnya TNI AU bertanggungjawab atas tindakan penembakan dan pemukulan terhadap warga, serta mengecam tindakan pasif dari kepolisian yang sama sekali tidak menunjukkan doktrin “Melindungi dan Melayani”.***


Aliansi Gerakan Reforma Agraria

Sunday, January 28, 2007

Pembubaran CGI & kemandirian

Pemerintah telah membubarkan forum Consultative Group for Indonesia
(CGI). Opini yang diciptakan dari pembubaran forum itu adalah
pemerintah telah mengambil kemandirian dalam merumuskan kebijakan
ekonomi.
Pembubaran CGI yang dibarengi dengan pembentukan opini publik itu
boleh dikatakan berhasil. Ini karena banyak pihak yang percaya dan
memuji tindakan pemerintah tersebut.
Tetapi bagi saya-yang pernah berhadapan dan berinteraksi dengan CGI,
Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Dana Moneter
Internasional (IMF)-kesan tersebut tidak benar.
Dengan dibubarkannya CGI, Indonesia masih saja tetap tidak akan
mandiri dalam merumuskan kebijakan ekonominya selama orang-orang dalam
pemerintahan, termasuk presiden sendiri, masih yang itu-itu juga.
Dikatakan bahwa CGI dibubarkan karena dari sekian banyak pemberi utang
(yang masih saja disebut 'donor'), yang memberikan 95% dari total
utang kepada Indonesia adalah Bank Dunia, ADB, dan Jepang.
Bank Dunia, ADB, dan IMF tidak dapat dipisahkan sama sekali dari
pemerintah Amerika Serikat dalam kebijakannya. Jadi, selama masih
mengandalkan keuangan pada pemberi utang itu, Indonesia tidak mungkin
mandiri.
Bank Dunia mempunyai kantor dengan jumlah personel sangat besar di
Indonesia. Sejak awal, setiap tahun Bank Dunia menerbitkan buku yang
disebut Country Strategy Report bagi Indonesia.
Demikian juga dengan ADB. Isi buku tersebut tiada lain adalah berbagai
kebijakan yang harus dilaksanakan pemerintah Indonesia. Sejak 1967
sampai sekarang, pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh presiden
siapa pun tidak pernah tidak menjalankan kebijakan tersebut.
Adapun IMF, intervensinya paling hebat dan sudah merusak sistem
keuangan dan perbankan nasional melalui apa yang dikenal dengan Letter
of Intent (LoI) selama lembaga internasional itu memberikan 'bantuan'
sampai akhir 2003. Setelah itu, melalui Post Program Monitoring,
karena Indonesia masih punya saldo utang.
Intervensi IMF tersebut tidak mungkin saya uraikan di sini, karena
kolom ini terbatas. Silakan baca dan simak sendiri.
Tidak benar
Dikatakan bahwa negara yang tergabung dalam CGI, yang 95% itu, memberi
utang kepada Indonesia dalam jumlah sangat kecil, tetapi rewel,
cerewet, dan banyak persyaratannya. Kesan yang ditimbulkan adalah
negara-negara tersebutlah yang mendikte kebijakan ekonomi Indonesia.
Kesan itu tidak benar. Negara-negara itu tidak pernah rewel. Banyak
dari negara-negara tersebut bahkan mendukung ketika saya berpidato
sangat keras dan tajam di forum CGI.
Yang mendikte dan arogan justru Bank Dunia dan ADB. Tetapi ADB agak
mending dibandingkan dengan Bank Dunia.
Dalam sidang CGI, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
memiliki peran penting, karena fungsinya yang membidangi anggaran
pembangunan. Maka ketika tahun pertama menjabat sebagai Kepala
Bappenas, saya diminta untuk berpidato yang isinya sudah dibuatkan
oleh Bank Dunia.
Ketika saya minta staf saya melakukan beberapa perubahan dalam pidato
tersebut, ditolak Bank Dunia dengan alasan sebelumnya tidak pernah
begitu. Maka saya iyakan saja.
Tetapi dalam sidang, saya bacakan pidato yang saya buat sendiri.
Karena itu, tahun berikutnya saya hanya diperbolehkan berpidato dalam
forum Pre-CGI.
Bank Dunia dan atau IMF juga yang memaksakan agar Bank Indonesia
dibuat independen. Tim ahli pembuatan BI yang independen itu terdiri
dari empat orang, dua di antaranya orang Indonesia, yaitu Boediono
(sekarang Menko Perekonomian) dan Sutan Remy Syahdeni.
Selain itu, draft UU tentang Keuangan Negara dibuat dalam bahasa
Inggris. Dalam rancangan UU itu, ada pasal-pasal yang mengkerdilkan
Bappenas, sehingga staf Badan ini berhasil membuat sendiri RUU tentang
Bappenas yang kemudian menjadi UU.
Ketika menjabat sebagai Menko Ekuin, saya harus dibayang-bayangi oleh
Dewan Ekonomi Nasional (DEN), yang diketuai oleh Prof. Emil Salim
dengan sekretaris Sri Mulyani Indrawati (sekarang Menteri Keuangan).
Masih dirasa tidak cukup, dibentuk lagi Tim Asistensi pada Menko Ekuin
dengan ketua Prof. Widjojo Nitisastro dan sekretaris Sri Mulyani
Indrawati.
Arogan & tidak fair
Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu yang sekarang, kabarnya, juga
sejak awal dikehendaki oleh Bank Dunia dan pemerintah AS, walaupun
rancangan susunan kabinet yang berlainan sudah rampung.
Bank Dunia tidak hanya arogan, tetapi juga tidak fair dan pengecut.
Sikap ini diperlihatkan sebagai berikut.
Pemerintah Belanda memberikan hibah yang dikelola oleh Bank Dunia.
Hibah tersebut dikorupsi, dan yang menemukan bukti-bukti korupsi
tersebut adalah wartawan investigatif muda Alexander Wessink.
Saat Wessink memberitahukan kepada Bank Dunia soal adanya korupsi
tersebut, jawabannya adalah: "Anda kan tidak naif bahwa korupsi di
Indonesia merajalela?"
Tetapi ketika Uni Eropa memberikan hibah yang dikelola Bank Dunia dan
Bappenas adalah Executing Agency-nya, Bank Dunia merasa menemukan
sebagian kecil dikorupsi. Temuan tersebut dituangkan secara sangat
rinci dalam buku tebal. Tetapi buku tersebut distempel dengan huruf
tebal "Confidential. "
Saya kemudian mengatakan kepada Andrew Steer bahwa saya sangat
berkeinginan membagikan temuan tersebut kepada para wartawan dan siapa
saja yang ingin memperolehnya. Steer mati-matian melarang karena
confidential. Jadi, apa maunya kalau tidak memojokkan saya yang tidak
bisa didikte?
Setelah itu Bank Dunia kantor Jakarta melayangkan surat yang
ditandatangani oleh Bert Hoffman, menuntut agar seluruh hibah,
termasuk yang tidak dikorupsi dikembalikan. Saya kemudian menulis
surat kepada Presiden Bank Dunia, James Wolfensohn, minta agar yang
dibayar kembali hanya jumlah yang dinyatakan dikorupsi.
Tetapi tidak boleh, mereka bersitegang. Keseluruhan peristiwa ini saya
laporkan kepada Presiden Uni Eropa ketika itu, Romano Prodi, sambil
minta agar jangan sekali-kali memberi hibah seberapa pun kecilnya
kalau pengelolanya harus Bank Dunia.
Urusan tersebut belum selesai, pemerintahan sudah berganti. Hibah
tersebut akhirnya, konon, dibayar oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Masih sangat banyak hal-hal yang tidak masuk akal.
Lantas, Bank Dunia juga sudah biasa malang-melintang langsung
berhadapan dengan pers Indonesia memberikan berbagai pandangan dan
pendapatnya tentang kondisi dan kebijakan ekonomi pemerintah. Ini
apa-apaan? Sudah begitu, isinya pun tidak bermutu!
Saya pernah menanggapinya dalam artikel di surat kabar yang berjudul
"Andrew Steer, dat weet mijn grote teen ook!", yang berarti: "Andrew
Steer, jempol kakiku juga tau."
Bank Dunia bisanya hanya mengemukakan what to achieve yang bagus-bagus
saja. Lembaga ini tidak pernah memberikan bagaimana caranya atau how
to achieve.
Jadi, selama masih akan berutang kepada Bank Dunia dan ADB, Indonesia
akan tetap dikendalikan, apalagi dengan para menteri yang membabi buta
mengikuti Washington Concensus, dan direstui oleh Presidennya.
Mau mandiri
Kalau mau mandiri, langkah-langkah kita harus sebagai berikut. Tutup
kantor perwakilan Bank Dunia dan ADB di Jakarta. Minta mereka jangan
menulis lagi Country Strategy Report buat Indonesia.
Kemudian, sisa utang kita dibayar dengan uang pinjaman dari sumber
lain, seperti penerbitan obligasi dalam mata uang dolar AS. Mau
mandiri kok dengan cara menendang 95% anggota CGI yang baik hati,
sambil menegaskan masih akan berutang kepada Bank Dunia, ADB yang
kolonialis, dan Jepang.
Sekarang tentang instrumen-instrumen penggantinya. Dikatakan akan
dilakukan penjualan BUMN dan menerbitkan SUN dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing.
Boleh-boleh saja, tetapi bagaimana pengelolaan utangnya sendiri?
Pemerintah harus membeberkan keseluruhan perencanaan keuangan negara,
terutama kebijakan utang, dengan cara menyajikan proyeksi angka-angka
untuk waktu mendatang.
Utang dalam bentuk kredit ekspor sudah mahal, bukankah obligasi RI
dikenakan bunga bagaikan junk bond? Tak apalah bayar mahal, asalkan
kemandiriannya tidak palsu atau akal-akalan.
Yang sekarang dikemukakan oleh Tim Ekonomi sebagai sesuatu yang salah,
mendapat dukungan mereka selama 36 tahun. Mengapa sekonyong-konyong
semuanya berubah setelah Managing Director IMF Rodrigo de Rato bertemu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Saya mendapat halusinasi, jangan-jangan CGI dibubarkan setelah
Presiden Yudhoyono menerima de Rato yang berujar: "Tuan Presiden,
bubarkan saja CGI, karena 95% anggotanya hanya memberikan 5% kredit,
dan mereka itu cerewet dan rewel. Sekarang berhubungan saja dengan
kami dan Bank Pembangunan Asia, supaya mendikte pemerintah Indonesia
tanpa banyak reseh."
Kalau ada yang meragukan tulisan ini, saya bersedia berdebat dengan
mereka, termasuk lembaga-lembaga internasional, di media massa mana
saja. Sudah waktunya rakyat Indonesia tidak disesat-sesatkan lagi.

Oleh Kwik Kian Gie
Mantan Menneg PPN/Kepala Bappenas

(betulkah CGI bubar indonesia "merdeka")..??

Pembubaran CGI & kemandirian

Pemerintah telah membubarkan forum Consultative Group for Indonesia
(CGI). Opini yang diciptakan dari pembubaran forum itu adalah
pemerintah telah mengambil kemandirian dalam merumuskan kebijakan
ekonomi.
Pembubaran CGI yang dibarengi dengan pembentukan opini publik itu
boleh dikatakan berhasil. Ini karena banyak pihak yang percaya dan
memuji tindakan pemerintah tersebut.
Tetapi bagi saya-yang pernah berhadapan dan berinteraksi dengan CGI,
Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Dana Moneter
Internasional (IMF)-kesan tersebut tidak benar.
Dengan dibubarkannya CGI, Indonesia masih saja tetap tidak akan
mandiri dalam merumuskan kebijakan ekonominya selama orang-orang dalam
pemerintahan, termasuk presiden sendiri, masih yang itu-itu juga.
Dikatakan bahwa CGI dibubarkan karena dari sekian banyak pemberi utang
(yang masih saja disebut 'donor'), yang memberikan 95% dari total
utang kepada Indonesia adalah Bank Dunia, ADB, dan Jepang.
Bank Dunia, ADB, dan IMF tidak dapat dipisahkan sama sekali dari
pemerintah Amerika Serikat dalam kebijakannya. Jadi, selama masih
mengandalkan keuangan pada pemberi utang itu, Indonesia tidak mungkin
mandiri.
Bank Dunia mempunyai kantor dengan jumlah personel sangat besar di
Indonesia. Sejak awal, setiap tahun Bank Dunia menerbitkan buku yang
disebut Country Strategy Report bagi Indonesia.
Demikian juga dengan ADB. Isi buku tersebut tiada lain adalah berbagai
kebijakan yang harus dilaksanakan pemerintah Indonesia. Sejak 1967
sampai sekarang, pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh presiden
siapa pun tidak pernah tidak menjalankan kebijakan tersebut.
Adapun IMF, intervensinya paling hebat dan sudah merusak sistem
keuangan dan perbankan nasional melalui apa yang dikenal dengan Letter
of Intent (LoI) selama lembaga internasional itu memberikan 'bantuan'
sampai akhir 2003. Setelah itu, melalui Post Program Monitoring,
karena Indonesia masih punya saldo utang.
Intervensi IMF tersebut tidak mungkin saya uraikan di sini, karena
kolom ini terbatas. Silakan baca dan simak sendiri.
Tidak benar
Dikatakan bahwa negara yang tergabung dalam CGI, yang 95% itu, memberi
utang kepada Indonesia dalam jumlah sangat kecil, tetapi rewel,
cerewet, dan banyak persyaratannya. Kesan yang ditimbulkan adalah
negara-negara tersebutlah yang mendikte kebijakan ekonomi Indonesia.
Kesan itu tidak benar. Negara-negara itu tidak pernah rewel. Banyak
dari negara-negara tersebut bahkan mendukung ketika saya berpidato
sangat keras dan tajam di forum CGI.
Yang mendikte dan arogan justru Bank Dunia dan ADB. Tetapi ADB agak
mending dibandingkan dengan Bank Dunia.
Dalam sidang CGI, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
memiliki peran penting, karena fungsinya yang membidangi anggaran
pembangunan. Maka ketika tahun pertama menjabat sebagai Kepala
Bappenas, saya diminta untuk berpidato yang isinya sudah dibuatkan
oleh Bank Dunia.
Ketika saya minta staf saya melakukan beberapa perubahan dalam pidato
tersebut, ditolak Bank Dunia dengan alasan sebelumnya tidak pernah
begitu. Maka saya iyakan saja.
Tetapi dalam sidang, saya bacakan pidato yang saya buat sendiri.
Karena itu, tahun berikutnya saya hanya diperbolehkan berpidato dalam
forum Pre-CGI.
Bank Dunia dan atau IMF juga yang memaksakan agar Bank Indonesia
dibuat independen. Tim ahli pembuatan BI yang independen itu terdiri
dari empat orang, dua di antaranya orang Indonesia, yaitu Boediono
(sekarang Menko Perekonomian) dan Sutan Remy Syahdeni.
Selain itu, draft UU tentang Keuangan Negara dibuat dalam bahasa
Inggris. Dalam rancangan UU itu, ada pasal-pasal yang mengkerdilkan
Bappenas, sehingga staf Badan ini berhasil membuat sendiri RUU tentang
Bappenas yang kemudian menjadi UU.
Ketika menjabat sebagai Menko Ekuin, saya harus dibayang-bayangi oleh
Dewan Ekonomi Nasional (DEN), yang diketuai oleh Prof. Emil Salim
dengan sekretaris Sri Mulyani Indrawati (sekarang Menteri Keuangan).
Masih dirasa tidak cukup, dibentuk lagi Tim Asistensi pada Menko Ekuin
dengan ketua Prof. Widjojo Nitisastro dan sekretaris Sri Mulyani
Indrawati.
Arogan & tidak fair
Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu yang sekarang, kabarnya, juga
sejak awal dikehendaki oleh Bank Dunia dan pemerintah AS, walaupun
rancangan susunan kabinet yang berlainan sudah rampung.
Bank Dunia tidak hanya arogan, tetapi juga tidak fair dan pengecut.
Sikap ini diperlihatkan sebagai berikut.
Pemerintah Belanda memberikan hibah yang dikelola oleh Bank Dunia.
Hibah tersebut dikorupsi, dan yang menemukan bukti-bukti korupsi
tersebut adalah wartawan investigatif muda Alexander Wessink.
Saat Wessink memberitahukan kepada Bank Dunia soal adanya korupsi
tersebut, jawabannya adalah: "Anda kan tidak naif bahwa korupsi di
Indonesia merajalela?"
Tetapi ketika Uni Eropa memberikan hibah yang dikelola Bank Dunia dan
Bappenas adalah Executing Agency-nya, Bank Dunia merasa menemukan
sebagian kecil dikorupsi. Temuan tersebut dituangkan secara sangat
rinci dalam buku tebal. Tetapi buku tersebut distempel dengan huruf
tebal "Confidential. "
Saya kemudian mengatakan kepada Andrew Steer bahwa saya sangat
berkeinginan membagikan temuan tersebut kepada para wartawan dan siapa
saja yang ingin memperolehnya. Steer mati-matian melarang karena
confidential. Jadi, apa maunya kalau tidak memojokkan saya yang tidak
bisa didikte?
Setelah itu Bank Dunia kantor Jakarta melayangkan surat yang
ditandatangani oleh Bert Hoffman, menuntut agar seluruh hibah,
termasuk yang tidak dikorupsi dikembalikan. Saya kemudian menulis
surat kepada Presiden Bank Dunia, James Wolfensohn, minta agar yang
dibayar kembali hanya jumlah yang dinyatakan dikorupsi.
Tetapi tidak boleh, mereka bersitegang. Keseluruhan peristiwa ini saya
laporkan kepada Presiden Uni Eropa ketika itu, Romano Prodi, sambil
minta agar jangan sekali-kali memberi hibah seberapa pun kecilnya
kalau pengelolanya harus Bank Dunia.
Urusan tersebut belum selesai, pemerintahan sudah berganti. Hibah
tersebut akhirnya, konon, dibayar oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Masih sangat banyak hal-hal yang tidak masuk akal.
Lantas, Bank Dunia juga sudah biasa malang-melintang langsung
berhadapan dengan pers Indonesia memberikan berbagai pandangan dan
pendapatnya tentang kondisi dan kebijakan ekonomi pemerintah. Ini
apa-apaan? Sudah begitu, isinya pun tidak bermutu!
Saya pernah menanggapinya dalam artikel di surat kabar yang berjudul
"Andrew Steer, dat weet mijn grote teen ook!", yang berarti: "Andrew
Steer, jempol kakiku juga tau."
Bank Dunia bisanya hanya mengemukakan what to achieve yang bagus-bagus
saja. Lembaga ini tidak pernah memberikan bagaimana caranya atau how
to achieve.
Jadi, selama masih akan berutang kepada Bank Dunia dan ADB, Indonesia
akan tetap dikendalikan, apalagi dengan para menteri yang membabi buta
mengikuti Washington Concensus, dan direstui oleh Presidennya.
Mau mandiri
Kalau mau mandiri, langkah-langkah kita harus sebagai berikut. Tutup
kantor perwakilan Bank Dunia dan ADB di Jakarta. Minta mereka jangan
menulis lagi Country Strategy Report buat Indonesia.
Kemudian, sisa utang kita dibayar dengan uang pinjaman dari sumber
lain, seperti penerbitan obligasi dalam mata uang dolar AS. Mau
mandiri kok dengan cara menendang 95% anggota CGI yang baik hati,
sambil menegaskan masih akan berutang kepada Bank Dunia, ADB yang
kolonialis, dan Jepang.
Sekarang tentang instrumen-instrumen penggantinya. Dikatakan akan
dilakukan penjualan BUMN dan menerbitkan SUN dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing.
Boleh-boleh saja, tetapi bagaimana pengelolaan utangnya sendiri?
Pemerintah harus membeberkan keseluruhan perencanaan keuangan negara,
terutama kebijakan utang, dengan cara menyajikan proyeksi angka-angka
untuk waktu mendatang.
Utang dalam bentuk kredit ekspor sudah mahal, bukankah obligasi RI
dikenakan bunga bagaikan junk bond? Tak apalah bayar mahal, asalkan
kemandiriannya tidak palsu atau akal-akalan.
Yang sekarang dikemukakan oleh Tim Ekonomi sebagai sesuatu yang salah,
mendapat dukungan mereka selama 36 tahun. Mengapa sekonyong-konyong
semuanya berubah setelah Managing Director IMF Rodrigo de Rato bertemu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Saya mendapat halusinasi, jangan-jangan CGI dibubarkan setelah
Presiden Yudhoyono menerima de Rato yang berujar: "Tuan Presiden,
bubarkan saja CGI, karena 95% anggotanya hanya memberikan 5% kredit,
dan mereka itu cerewet dan rewel. Sekarang berhubungan saja dengan
kami dan Bank Pembangunan Asia, supaya mendikte pemerintah Indonesia
tanpa banyak reseh."
Kalau ada yang meragukan tulisan ini, saya bersedia berdebat dengan
mereka, termasuk lembaga-lembaga internasional, di media massa mana
saja. Sudah waktunya rakyat Indonesia tidak disesat-sesatkan lagi.

Oleh Kwik Kian Gie
Mantan Menneg PPN/Kepala Bappenas