Monday, December 11, 2006

Pertumbuhan Gagal Serap Naker

Koran sindo Selasa, 12/12/2006

JAKARTA (SINDO) – Pertumbuhan ekonomi dinilai gagal menyerap tenaga kerja (naker) secara signifikan. Sebab, selama ini pertumbuhan lebih ditopang sektor-sektor padat modal (capital intensive) dibandingkan sektor padat karya.

Ekonom senior Kwik Kian Gie menuturkan, pada kuartal I 2006, setiap 1% pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) hanya mampu menyerap naker 48.700 orang. "Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak bisa memecahkan masalah pengangguran dan kemiskinan. Pemerintah harus segera menanganinya, " ujar dia kepada SINDO di Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada sektor-sektor padat modal sehingga selama ini pertumbuhan hanya dinikmati segelintir orang. Bahkan, menurut dia, pertumbuhan itu lebih banyak dinikmati pemodal asing. "Pertumbuhan PDB banyak disumbang sektor pertambangan. Padahal, sektor itu dikuasai oleh asing," terang Kwik.

Di tempat terpisah, Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta mengakui bahwa angka pengangguran belum turun signifikan. Menurut dia, asumsi pengangguran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004–2009 sampai saat ini belum tercapai. "Angka pengangguran sekarang masih tinggi. Padahal, di dalam asumsi RPJM, harusnya sudah turun," ujar dia.

Meski demikian, lanjut Paskah, pemerintah tidak akan mengubah target angka pengangguran dalam RPJM. Sebab, target itu merupakan janji pemerintah untuk direalisasi pada 2009. "Kita tidak akan ubah angka asumsi karena itu merupakan janji kita," ujar dia. Pemerintah, lanjut dia, akan memperbaiki strategi untuk menekan angka pengangguran.

Saat ini, Bappenas melakukan sistematisasi program dengan memprioritaskan tiga sektor, yakni pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pedesaan. "Kita sudah edarkan ke semua kementerian dan lembaga tentang upaya ini," ungkap dia. Seperti diberitakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka per Agustus 2006 mencapai 10,93 juta orang atau 10,28% dari jumlah angkatan kerja 106,39 juta orang.

Angka ini hanya turun 170 ribu orang dibandingkan data pengangguran terbuka pada Februari 2006, yakni 11,10 juta. BPS mencatat masih tingginya jumlah pengangguran diakibatkan musim kemarau panjang. Hal tersebut menyebabkan kegiatan pertanian yang mengandalkan hujan (tadah hujan) tidak bisa berlangsung. Akibatnya, banyak buruh tani yang tidak mampu bekerja.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian berkurang 2,18 juta orang dari 42,32 juta pada Februari 2006 menjadi 40,14 juta pada Agustus. Namun, di sisi lain, ada penambahan jumlah penduduk yang bekerja pada sektor lain. Sektor jasa bertambah 790 ribu orang, sektor perdagangan tambah 650 ribu orang, konstruksi 330 ribu orang. Kemudian, jumlah penduduk yang bekerja di sektor industri bertambah 310 ribu orang.

Sistem Ketenagakerjaan

Di sisi lain, Menakertrans Erman Suparno mengatakan, Indonesia segera mengadopsi sistem asuransi dalam memberikan jaminan sosial bagi pekerja. Itu akan mencakup asuransi kecelakaan, PHK, pensiun, kematian, dan asuransi kehamilan." Ini yang perlu kita pikirkan untuk kita adopsi. Pada dasarnya sistem jaminan sosial bagi buruh itu adalah kepastian bayar.

Bagi pengusaha, sistem asuransi bisa menjadi bagian fix cost investment analysis-nya, " kata dia dalam jumpa pers usai pertemuan tripartit di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin. Pertemuan tripartit ini dipimpin langsung Wapres M Jusuf Kalla. Forum tripartit melaporkan hasil studi banding tentang sistem perburuhan di China dan Hongkong pada 26 November-2 Desember 2006.

Hadir dalam pertemuan ini dari unsur pengusaha yang diwakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan dari unsur pekerja. Menurut Menakertrans, sebenarnya sistem itu hampir sama dengan apa yang ada di Indonesia. Hanya saja, di Indonesia berbentuk iuran pasti oleh perusahaan. Dia menyebut program- program itu akan diubah menjadi sistem asuransi. Menakertrans belum memastikan apakah sistem asuransi itu akan memakai satu institusi atau beberapa institusi.

Keputusan itu akan ditentukan hasil pembahasan Kelompok Kerja (Pokja) Tripartit. Dalam pertemuan itu, Wapres memerintahkan forum tripartit segera membentuk pokja. Dalam jangka pendek, pokja bertugas membuat kesepakatan bersama tentang etika buruh. Masalahnya, soal mogok atau demonstrasi tidak boleh anarkistis. "Kedua, ya menentukan masalah sistem asuransi itu tadi," sebut Menakertrans.

Hasil kerja pokja itu, imbuhnya, tidak akan dibawa menjadi bahan revisi UU Ketenagakerjaan. Menurut Menakertrans, hasilnya kemungkinan akan dituangkan dalam bentuk keputusan menteri (kepmen) atau peraturan pemerintah (PP). Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Apindo Hasanudin Rahman menyambut baik pembentukan pokja tersebut.

Dalam kaitan ini, pihaknya akan melakukan technical meeting dengan kalangan serikat pekerja untuk membuat arah yang jelas. Menurut Hasanudin, masalah PHK selama ini menjadi momok bagi pekerja dan pengusaha. Bagi pengusaha, PHK menjadi momok karena pengusaha harus mengeluarkan biaya mendadak. "Dengan adanya asuransi PHK, ini lebih ada kepastian," katanya.

Namun, Apindo akan mengkaji secara hati-hati sistem asuransi ini. Hasanudin khawatir ini akan tumpang tindih dengan yang sudah ada. "Jangan sampai yang satu belum selesai, ditambah yang baru," katanya. Sementara itu, Sekjen SPSI Latif mengatakan mendukung sistem asuransi tersebut. "Ini angin segar buat kami dari serikat pekerja. Saya harap pokja benarbenar bekerja untuk menyejahterakan pekerja," katanya. (CR-04/ali ikhwan)

No comments: